Shin’ichi Akiyama dan Ryouko Koto, dua sahabat sejak SD ini tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di Distrik Konami. Sejak lulus SMP, dua sahabat ini telah meninggalkan kota kelahiran mereka demi bersekolah di SMA terbaik di seluruh negeri Antah Berantah . Mereka telah mengikuti serangkaian tes masuk SMA Nara dan berhak mendapatkan beasiswa penuh, tentu saja karena nilai tes mereka memenuhi persyaratan beasiswa.
Tidak pernah ada peristiwa seaneh pagi ini. Minggu pagi yang biasanya cerah,kini mendung. Matahari tampak enggan menampakkan dirinya dan memilih untuk bersembunyi di balik sang awan. Burung-burung tak lagi berkicau dengan merdu. Pagi itu, Televisi di ruang tengah membawakan sebuah Headline News yang amat menggemparkan. Seorang gadis SMA Nara tewas dalam sebuah peristiwa pembunuhan oleh orang tak dikenal. “ Apa? SMA Nara ? Apa yang terjadi dengan sekolah kita ?”, seru Ryouko kaget bercampur heran. Tak ada reaksi berarti yang tampak dari raut wajah Akiyama saat mendengar nama SMAnya disebut. _ “ Hei, kau kenal gadis itu?” “ Kalau ia populer maka jawabannya ya, tapi kalau tidak…” sahut Akiyama acuh tak acuh. Selalu begitu, Akiyama selalu bersikap tak acuh pada hal yang tidak menarik minatnya. “ Bukankah dia teman sekelasmu?” “ Siapa peduli dengannya. Aku tak punya urusan dengan kasus pembunuhan aneh macam itu. “ “ Aki, kau tidak bisa terus-terusan bersikap seperti ini. Cobalah untuk sedikit peduli.” “ Jika memang itu urusanku, aku peduli.” “ Ah sudahlah, kau memang selalu sibuk dengan urusanmu sendiri ya, Mr. Genius!” Akiyama berlalu dengan segelas kopi di tangan kanannya. Lantas mengambil kursi di depan meja belajar dalam kamarnya. Diseruputnya kopi itu perlahan-lahan, sambil dihirupnya aroma kopi yang kian menggoda tenggorokannya untuk merasakan kombinasi rasa pahit dan manis yang sensasional. Akiyama menghabiskan sebagian waktu di kamarnya. Yah, seperti kebiasaan kutu buku - kutu buku pada umumnya, ia membaca buku, menurunkan sederetan rumus kalkulus atau mengotak-atik teori relativitas Einstein. Memang itulah Akiyama adanya. Seorang jenius yang amat menggilai sains namun amat membenci sejarah. |
**
“ Yang lalu biarlah berlalu. Apa yang bisa kau lakukan dengan masa lalu. Menangisi semuanya dan berharap dapat kembali, lalu memperbaiki keadaan? Nonsense. Yang harus kau pikirkan adalah masa depanmu!” “ Hei Akiyama. Aku tahu kau punya pengalaman yang buruk di masa lalu. Aku pun punya pengalaman yang sama. Tapi Aku tak pernah mengutuki masa lalu itu. Justru aku menjadikannya sebagai pelajaran. Supaya apa? Supaya aku tidak melakukan kesalahan yang sama, Akiyama.” “ Tahu apa kau tentang masa laluku? Aku telah menghapusnya jauh-jauh dari ingatanku, paham?” Akiyama berlalu. ** Akiyama, seorang bintang di sekolahnya. Selain karena kejeniusannya, ia pun memiliki wajah rupawan yang mampu membuat para siswi SMA berdecak kagum. Gadis manapun mendambakan sosok Akiyama. Namun tidak begitu dengan Akiyama, sifatnya selalu dingin, acuh tak acuh, dan berbicara sekenanya. Ia tak pernah begitu mempedulikan seorang gadis pun yang mencoba mendekatinya, tak tertarik katanya. Akiyama hanya mau memacari sains. _** Tiba-tiba Ryouko terperanjat saat sebuah surat ditampilkan di layar televisi. Fokusnya bukan pada isi pesan itu, ia hanya tertarik pada sederetan huruf yang membentuk nama yang ia kenal dalam surat itu. “ A, Akiyama… Bu, Bukankah itu namamu?” “ Ayolah, jangan bersikap berlebihan. Sudah berkali-kali kau lihat namaku terpampang di iklan siswa-siswa berprestasi tingkat internasional kan? .” “ Akiyama, ini masih Channel yang sama, dan ini …… be, berita yang sama” “ Ma, maksudmu, ini masih headline news tentang pembunuhan siswa SMA itu?” perhatian Akiyama mulai terusik. Sejurus kemudian ia telah meninggalkan kumpulan cacing-cacing integral yang bertaburan di atas buku kalkulusnya dan menghambur ke ruang tengah. “ Hei, Tidak mungkin!” kini Emosi Akiyama mulai meluap. |